Pemilihan Umum Pertama di Indonesia, Latar Belakang dan Tujuannya – Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah berada dalam kekosongan kekuasaan pada 14 Agustus 1945 dan memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 yang setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah kemerdekaannya, Indonesia tak bisa lantas hanya berdiam diri saja sebab banyak sekali PR yang wajib diselesaikan dalam rangka menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbansa dan bernegara yang baik.
PR bangsa Indonesia yang wajib dituntaskan berhubungan dengan tugas yang dilakukan oleh pejabat-pejabat negara. Pejabat negara masa itu ada beberapa orang sebagai perwakilan dari masing-masing wilayah di Indonesia.
Agar mampu mengelola negara, maka dibutuhkan sebuah kabinet perlementer yang membuat politik menjadi stabil serta mempermudah pengelolaan negara. Oleh sebab itu, perlu dirasakan suatu pemilihan supaya bisa memilih pemimpin yang dirasa mampu mengemban amanat mulia tersebut.
Pemilihan Umum Pertama di Indonesia, Latar Belakang dan Tujuannya
Pemilihan umum atau pemilu adalah salah satu cara dalam menyelenggarakan demokrasi agar rakyat bisa merasakan kehidupan bernegara. Selama masa pemerintahan Presiden Soekarno (1945 – 1965) yang telah melalui banyak era misalnya Revolusi Fisik, Demokrasi Parlementer hingga Demokrasi Terpimpin, hanya ada satu kali pemilu di tahun 1955.
Pemilu tersebut dilakukan di masa pemerintahan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dari Masyumi (29 Juli 1955 sampai 2 Maret 1956). Namun, peraturan menjadi dasar bagi pelaksanaan pemilihan umum 1955 ialah Undang-Undang nomor 7 Tahun 1953 yang sudah disusun di masa pemerintahan Perdana Menteri Wilopo dari PNI (30 Maret 1952 sampai 2 Juli 1953).
Pemiliha Umum Pertama di Indonesia
Sejarah mencatat bahwa pemilihan umum yang pertama kali dilakukan di Indonesia terjadi pada tahun 1955 pada tingkat pusat maupun daerah. Pada saat menerapkan sistem kabinet parlementer, situasi politik di Indonesia sudah mulai goyah.
Para wakil rakyat saling berbenturan dan tidak menjadikan rakyat sebagai fokus utama dalam menjalankan tugas mereka dan hanya mengedepankan kepentingan golongan. Dalam kondisi yang demikian, masyarakat Indonesia meminta dilaksanakannya pemilihan umum.
Diharapkan bisa membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat serta menciptakan stabilitas dalam pemerintahan.
Merupakan program dari pemerintah dan masing-masing kabinet termasuk Kabinet Alisastroamijoyo menentukan tanggal perhelatan pemilu. Namun, kabinet tersebut tidak menjalankan pemilu sesuai dengan waktu yang ditentukan di mana itu merupakan pesat demokrasi untuk rakyat dan pemilihan umum baru dapat direalisasikan di masa pemerintahan Kabinet Burhanuddin Harahap. Pemilihan umum bisa dilakukan tepat jadwal yang sudah ditetapkan.
Panitai Pelaksana
Panitia Pelaksana Pemilihan Umum Pusat melakukan pemilu dalam dua gelombang. Gelombang pertama dilakukan pada 29 September 1955 untuk pemilihan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemilu gelombang ke dua dilaksanakan pada 15 Desember 1955 untuk pemilihan anggota-anggota Konstituante atau Badan Pembuat Undang-Undang Dasar.
Pesta demokrasi nasional pertama di Indonesia diikuti oleh lebih dari 39 juta orang. Semua orang datang dan melakukan pemungutan suara dalam memiliki ketua yang diharapkan. Pelaksanaan pemungutan suara dibagi menbjadi 16 daerah pemilihan (dapil) dan diikuti oleh 208 kabupaten, 2.139 kecamatan serta 43.429 desa.
Pemilihan umum yang digelar itu mempunyai banyak peserta dari perorangan, organisasi atau parta politik yang membuat DPR dibagi menjadi fraksi-fraksi misalnya :
- PNI dengan 58 anggota
- Masyumi dengan 60 anggota
- PKI dengan 32 anggota
- NU dengan 47 anggota
Hasil dari pemilu tersebut berjumlah 272 orang dan satu anggota DPR menjadi wakil bagi 300.000 rakyat Indonesia, juga jumlah anggota konstituante sebanyak 542 orang. Pada tanggal 25 maret 1956, anggota DPR hasil pemilu tersebut dilantik serta tanggal 10 November 1956 para anggota konstituante terpilih dilantik.
Pemilu pertama tahun 1955 sudah berjalan dengan aman, demokratis dan tertib sehingga bisa dikatakan sebagai sebuah prestasi luar biasa di mana rakyat bisa menyalurkan hak politiknya tanpa dibayangi ancaman dan paksaan.
Meskipun pemilu tersebut berhasil dijalankan dengan lancar, tetapi hasil pemilu masih belum bisa memenuhi semua harapan rakyat sebab masing-masing partai masih mengedepankan kepentingan golongan dibandingkan kepentingan rakyat. Oleh karena itu, saat itu masih terjadi krisis politik dan hal itu memicu kelahiran Demokrasi Terpimpin.
Latar Belakang Pemilu 1955
- Revolusi fisik atau perang kemerdekaan yang menuntut seluruh potensi bangsa dalam mengedepankan usaha dalam mempertahankan kemerdekaan.
- Konflik internal di dalam lembaga politik atau pemerintahan yang cukup menyita perhatian dan energi.
- Belum adanya undang-undang tentang pemilu yang mengatur penyelenggaraan pemilu. Undang-undang pemilu barus disahkan pada 4 April 1953 di masa Kabinet Wilopo.
Tujuan Pemilu 1955
Menurut UU No. 7 Tahun 1953, Pemilu 1955 dilaksanakan guna memilih para anggota parlemen (DPR) dan konstituante yakni lembaga yang ditugaskan dalam melakukan perubahan pada konstitusi negara. Yang diterapkan dalam Pemilu 1955 yakni sistem perwakilan proporsional.
Sistem tersebut menjadikan ada 16 dapil (Irian Barat dimasukkan menjadi dapil 16 di mana saat itu Irian Barat masih dikuasai Belanda dan pemilu tidak bisa dilakukan di sana). Sistem perwakilan proporsional membuat masing-masing daerah memperoleh kursi menurut jumlah penduduk. Di mana ketentuannya ialah tiap daerah berhak memperoleh jatah kursi di konstituante minimal enam kursi dan di parlemen tiga kursi.
Di tiap daerah pemilihan, kursi diberikan pada partai serta calon anggota lain menurut perolehan suara. Sisa suara dapat digabungkan antara partai di suatu daerah. Jika partai-partai tersebut sebelumnya sudah bersepakat menggabungkan sisa suara ataupun digabungkan untuk satu partai di tingkat nasional.
Jumlah kursi DPR yang diperebutkan ialah 260 kursi dan konstituante sebanyak 520 kursi ditambah lagi 14 wakil dari golongan minoritas yang diangkat oleh pemerintah.
Di samping pemilihan untuk DPR dan Konstituante, digelar pula pemilihan untuk DPRD. Yang dilakukan dengan terpisah antara Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Pemisahan waktu pelaksanaan pemilu DPR, Konstituante dan DPRD dilakukan agar bisa fokus.
Konstituen atau pemilih dapat menyimak materi kampanye dengan teliti dan lebih bisa menilai mutu calon yang diusung partai politik peserta pemilu. Hak itu berarti bahwa konstituen pemilih bisa mempunyai pertimbangan yang lebih matang dan rasional. Sebelum memiliki dan tidak sekedar memilih hanya berdasarkan kedekatan emosional. Pemilu digelar secara sederhana sehingga tidak memakan lebih banyak biaya negara.
Demikian penjelasan materi Pemilihan Umum Pertama di Indonesia, Latar Belakang dan Tujuannya. Semoga penjelasan tersebut bisa dipahami dengan mudah serta menjadi sebuah pengetahuan baru bagi para pembaca. Terima kasih 🙂