Pengertian Hadis – Sejarah, Struktur, dan Klasifikasi

Pengertian Hadis – Hadis adalah segala perkataan, perbuatan, ketetapan, dan persetujuan dari Nabi Muhammad yang dijadikan sebagai sumber hukum dalam Islam.

Pengertian Hadis

Maka dari itu Pengertian Hadis adalah segala perkataan, perbuatan, ketetapan, dan persetujuan dari Nabi Muhammad yang digunakan sebagai dasar hukum dalam Islam. Hadis digunakan sebagai sumber hukum Islam selain al-Qur’an, dengan posisinya sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Rincian posisinya adalah sebagai berikut:

  • Al-Qur’an
  • Hadis
  • Ijtihad: Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (analogi hukum atas perkara baru yang belum ada pada masa hidup Nabi Muhammad).

Sejarah Pembinaan dan Penghimpunan Hadist

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Azis, yaitu sekitar tahun 99 Hijriyah, terjadi perubahan yang mendukung pelestarian hadis. Pada tahun 100 H, Khalifah Umar bin Abdul Azis memerintahkan kepada gubernur Madinah, yaitu Abu Bakar bin Muhammad bin Amer bin Hazm, untuk mengumpulkan dan mencatat hadis-hadis Nabi yang telah dihafal oleh para ulama.

Struktur hadits

Dalam struktur hadis, terdapat dua komponen utama, yaitu sanad (rantai penutur) dan matan (teks atau konten). Sanad mencakup rangkaian perawi yang menyampaikan hadis dari generasi ke generasi, sementara matan adalah isi atau teks dari hadis itu sendiri.

Sebagai contoh, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, terdapat informasi bahwa Musaddad mengatakan seperti dilansir oleh Syu’bah Yahya, dari Qatada, dari Anas, dari Nabi Muhammad SAW, bahwa beliau bersabda: “Iman yang sempurna adalah seseorang di antara kalian yang mencintai untuk saudaranya apa yang ia mencintai untuk dirinya sendiri.”

Sanad

Sanad adalah rangkaian perawi atau narator dalam suatu hadis. Rawi merupakan individu yang menyampaikan hadis tersebut dari satu generasi ke generasi berikutnya, seperti yang terlihat dalam contoh sebelumnya (Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu’bah, Qatada, dan Anas). Orang yang pertama kali mencatat hadis dalam bukunya disebut mudawwin atau mukharrij.

Sebuah hadis dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah perawi yang berbeda-beda dalam setiap lapisan sanadnya. Setiap lapisan ini disebut sebagai thabaqah sanad. Signifikansi dari sanad dan jumlah perawi dalam setiap thabaqah sanad akan menentukan tingkat keandalan hadis tersebut, yang lebih lanjut dijelaskan dalam klasifikasi hadis.

Oleh karena itu, hal-hal yang perlu diperhatikan untuk memahami tradisi yang terkait dengan sanad adalah:

  • Keutuhan sanadnya.
  • Jumlah perawi dalam sanad.
  • Perawi terakhir dalam rantai sanad.

Matan

Terkait dengan konsep kehormatan atau editorial, hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memahami sebuah hadis adalah:

  • Identitas akhir dari rantai perawi sebagai editor sumber, apakah berasal langsung dari Nabi Muhammad.
  • Konten atau teks hadis itu sendiri dan hubungannya dengan hadis lainnya, apakah sanad hadis tersebut lebih kuat (jika ada faktor yang melemahkan atau memperkuat keandalannya), serta apakah konsistensi hadis tersebut dengan ayat-ayat dalam Al-Qur’an (jika ada yang bertentangan).

Pengertian Hadis

Klasifikasi Hadits

Hadis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria, seperti akhir rantai sanad, keutuhan sanad, jumlah perawi (rawi), dan tingkat keaslian hadis (diterima atau tidak diterima).

Berdasarkan Ujung Sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu’ (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqthu’:

  • Hadits marfu’ adalah hadits yang sanadnya dipimpin langsung kepada Nabi Muhammad (contoh: hadits di atas).
  • Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada sahabat Nabi tanpa tanda-tanda baik kata-kata atau perbuatan yang menunjukkan tingkat marfu ‘. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara’id (warisan hukum) mengatakan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas, dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: “Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah”.
    Pernyataan dalam contoh tidak jelas, apakah berasal dari sahabat Nabi atau hanya pendapat. Namun, jika teman-teman menggunakan frase seperti “Kami diperintahkan ..”, “Kami tidak diperbolehkan untuk …”, “Kami terbiasa … jika itu dengan Nabi,” Hadis tingkat tidak lagi setara untuk mauquf tapi marfu ‘.
  • Hadits Maqthu adalah hadits yang sanadnya menyebabkan tabi’in (pengganti) atau sebawahnya. Contohnya adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan validitas bahwa Ibnu Sirin mengatakan: “Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, jadi hati-hati di mana Anda mengambil agamamu”.

Keaslian hadits yang terbagi dalam kelompok-kelompok ini tergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad atau pembicara. Namun, klasifikasi ini masih sangat penting untuk membedakan antara kata-kata dan tindakan yang berasal dari Nabi Muhammad dan tabi’in, yang mana sangat membantu dalam bidang konstruksi fiqh (Suhaib Hasan, Ilmu Hadis).

Berdasarkan Keutuhan Rantai/ Lapisan Sanad

Klasifikasi ini didasarkan pada pembagian hadits menjadi beberapa kategori yaitu Musnad, Mursal, munqathi ‘, Mu’allaqa, Mu’dlal, dan Mudallas. Keutuhan berarti rantai sanad adalah setiap pembicara di semua tingkatan memiliki kemungkinan dalam waktu dan kondisi untuk mendengar dari pembicara di atasnya.

Ilustrasi sanad: Pencatat hadits > Pembicara 5> Pembicara 4> Pembicara 3 (tabi’ut tabi’in) > Pembicara 2 (tabi’in) > Pembicara 1 (para shahabi) > Rasulullah

Hadits Musnad

Sebuah hadis dianggap Musnad jika urutan hadits dalam sanad tidak terganggu di bagian-bagian tertentu. Urutan pembicara memungkinkan penyampaian hadits berdasarkan waktu dan kondisi, dengan keyakinan bahwa para perawi telah bertemu dan menyampaikan hadits. Hadits ini juga disebut muttashilus sanad atau maushul.

Hadits Mursal

Ketika pembicara pertama tidak ditemukan atau dengan kata lain tabi’in langsung merujuk kepada Nabi Muhammad (contoh: tabi’in (pembicara 2) mengatakan “Rasulullah berkata …” tanpa menyebutkan orang yang mengatakannya kepadanya).

Hadits Munqathi’

Ketika sanad terputus di salah satu pembicara, atau dua pembicara tidak berturut-turut, selain Shahabi.

Hadits Mu’dlal

Ketika sanad terputus secara berturut-turut pada dua generasi.

Hadits Mu’allaq

Ketika sanad terputus dari pembicara 5 hingga 1, alias tidak ada sanadnya. Contoh: “Sebuah hadis dikatakan oleh pencatat, telah mencapai bahwa Nabi berkata ….” tidak ada rangkaian yang jelas tentang hubungan antara Rasulullah.

Hadits Mudallas

Ketika salah satu perawi mengatakan “..si A mengatakan ..” atau “Ini hadits dari A ..” tanpa menyebutkan secara jelas “..kepada saya ..”; yang tidak dengan tegas menunjukkan bahwa tradisi itu disampaikan kepadanya secara langsung. Ini bisa terjadi antara mereka dengan perawi yang tidak dikenal, yang tidak disebutkan dalam sanad tersebut.

Hadits ini juga disebut cacat tersembunyi karena hadits yang disampaikan melalui rantai penularan memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacat, padahal sebenarnya ada, atau kelemahan sanadnya hadits ditutup-tutupi.

Berdasarkan Jumlah Penutur

Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur di setiap rantai tingkat transmisi, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits. Berdasarkan klasifikasi ini, hadits dibagi menjadi hadits mutawatir dan Ahad.

Hadis Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa rantai dan tidak ada kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta sepanjang itu. Jadi, hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur di setiap lapisan generasi (thaqabah) skor.

Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah minimum sanad untuk hadits mutawatir (setidaknya 20 atau 40 orang di setiap lapisan sanad). Hadits mutawatir itu sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu mutawatir lafzhy (teks editorial yang sama dalam semua riwayat) dan ma’nawy (teks editorial yang berbeda, tetapi artinya sama di setiap riwayat).

Hadis Ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkat mutawatir.

Hadis Munday kemudian dibagi menjadi tiga jenis, antara lain: Gharib, Aziz, dan Masyhur.

Berdasarkan Tingkat Keaslian Hadits

Tingkat kategorisasi keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dalam menentukan penerimaan atau penolakan suatu hadits. Dalam klasifikasi ini, hadits dibagi menjadi empat tingkat:

  • Hadis Sahih: Merupakan level tertinggi penerimaan dalam sebuah hadits. Hadits sahih memiliki sanad yang kuat dan narator yang adil, serta matan yang tidak bertentangan dengan sumber-sumber lain yang sahih.
  • Hadis Hasan: Sanad hadits terus, tetapi ada sedikit kelemahan dalam narator (rawi) yang mungkin terkait dengan memori atau kualitas narasi. Namun, matan hadits tidak mengandung cacat atau kesalahan yang signifikan.
  • Hadis Dha’if (lemah): Hadits ini memiliki kelemahan dalam sanadnya, seperti adanya perawi yang tidak adil, memori yang lemah, atau terdapat penyimpangan dalam narasi. Hadits dha’if juga dapat terjadi jika sanadnya terputus atau tidak lengkap.
  • Hadis Maudlu’: Merupakan hadits yang diduga palsu atau dibuat-buat. Biasanya, hadits ini memiliki narator yang dikenal sebagai pembohong atau terdapat kejanggalan dalam sanadnya yang mengindikasikan bahwa hadits tersebut merupakan produk pemalsuan.

Selain empat tingkat tersebut, ada juga Hadis Qudsi, yang merupakan hadits yang meriwayatkan firman Allah secara langsung. Tetapi kata-katanya disampaikan oleh Nabi Muhammad. Validitas hadits qudsi diukur dengan cara yang sama seperti hadits-hadits lainnya, namun memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam keabsahannya.

Itulah sedikit penjelasan mengenai Pengertian Hadis – Sejarah, Struktur, dan Klasifikasi semoga dengan adanya penjelasan mengenai Pengertian Hadis ini bermanfaat.